_____________________________________________

__________________________________________________________________________________________

Minggu, 25 Januari 2009

Setitik Cahaya Motivasi dan Solusi

Setitik Cahaya Motivasi dan Solusi
(Suatu Pengalaman Pribadi)
Oleh : Syahroni Romadhoni


Ini bukanlah suatu untuk membanggakan diri sendiri, akan tetapi sebagai suatu yang bisa menjadikan kita semua lebih baik, bahwa kita di dunia ini tidak sendiri, agar kita merasa bukan hanya diri kita sendiri yang merasakan kesulitan tapi masih banyak orang-orang yang tidak seberuntung kita dan terus semangat menghadapi kehidupan ini. Semoga ini bisa membuat teman-teman menjadi lebih tergugah hatinya dan terus semangat meskipun badai dan rintangan menghadang, ketakutan serta kesakitan mendera.


Sebelum Perkuliahan

Pengumuman hasil seleksi pun belum ditetapkan, tapi suara intervensi untuk menunda kuliah dan tetap bekerja dari Orang Tua ku terus ‘dinyanyikan’ hampir setiap hari, bahkan adanya do’a dari sau dara saya yang mendukung ‘aksi seruan’ Orang Tua ku tersebut untuk tidak ditetapkan sebagai salah satu calon mahasiswa yang diterima alias gugur. Hal tersebut bukan tanpa alasan yang serta-merta, akan tetapi alasan kuat yang juga saya pahami kenapa mereka seperti itu, karena keadaanlah yang memaksa yakni faktor utama yang menggandrungi fikiran mereka adalah ekonomi.

Khawatir di tengah perjalanan ‘perkuliahan’ saya terhenti sehingga menjadi kandas dan sia-sia karena tidak ada yang membiayai perkuliahan saya dan dengan asumsi bahwa dengan bekerja nanti saya toh masih bisa kuliah meskipun tidak di tempat yang sama, yang penting kuliah. Perlahan dan lemah lembut saya jelaskan sebelum hasil pengumuman ditetapkan, bahwa kita (saya dan orang tua) belum tahu apakah saya akan diterima atau tidak, kita lihat saja hasilnya nanti, akan tetapi beliau butuh kepastian saya untuk menunda perkuliahan meskipun pada hasil pengumuman nama saya tercantum pada hasil kelulusan dan di sini saya tidak memberikan jawaban secara pasti saya akan mengurungkan niat untuk kuliah atau tidak. Karena jika saya tidak mengiyakan perkataan beliau maka sudah dapat dipastikan intervensi akan semakin digencarkan, lagi pula saya juga belum tau hasilnya sehingga bisa berakibat pada kekecewaan pada diri saya sendiri jika saya tidak diterima dan jika saya mengiyakan perkataan beliau, itu berarti saya berbohong kepada mereka karena saya akan mengambil kesempatan kuliah jika nama saya ditetapkan sebagai calon mahasiswa yang diterima.
Setelah saya lulus dari bangku SMK, tidak berapa lama kemudian saya bekerja di perusahaan penerbitan buku islami Zikrul Hakim di Rawamangun yang direkomendasikan oleh saudara saya yang kenal dengan Pemiliknya yaitu Bapak Raymond dan Ibu Amalia. Enjoy, adalah yang saya rasakan selama menjalani pekerjaan disana, dan tidak lama pula yaitu sekitar kurang dari satu bulan saya hengkang dari sana karena hasil pengumuman penerimaan mahasiswa baru di PTN yang sekarang saya lakoni menetapkan saya sebagai salah satu calon mahasiswa yang diterima.



Masa Pengumuman Hasil Seleksi


Rasa khawatir akan hasil pengumuman penerimaan mahasiswa baru, Orang Tua berharap saya gugur sedang saya berharap sukses. Setelah saya pulang bekerja saya mampir ke warnet di Gramedia Blok M dan langsung membuka situs yang direkomendasikan oleh pihak kampus. Alhasil, setelah saya men-search nama saya, disana terdapat nama saya kemudian saya amati baik-baik untuk memastikan nama dan nomor ujian dan kurang puas saya mencetak hasil tersebut. Ternyata saya benar diterima sabagai mahasiswa di kampus ini.
Akan tetapi, selain perasaan senang terdapat pula rasa cemas akan tanggapan Orang Tua di rumah ketika saya berikan secarik kertas yang saya cetak tadi, yang tentunya akan berupaya menghentikan sementara niat saya untuk kuliah. Tidak sampai disitu, saya juga dihantui dengan fikiran bingung, dan di kendaraan menuju perjalanan berfikir bagaimana saya bisa mendapatkan uang awal perkuliahan yang tidak mungkin saya mintakan kepada Orang Tua yang memang tidak ada, sedangkan saya juga belum bisa menghasilkan apa-apa di tempat saya bekerja yaitu selama kurang lebih dua minggu.
Hanya do’a yang bisa ku panjatkan kepada Allah SWT demi mendapatkan uang tersebut, dan memohon untuk diberikan kesabaran menghadapi Orang Tua saya serta memohon untuk melunakan hatinya sehingga mendukung saya untuk kuliah. Karena saya yakin bahwa hanya Dia-lah yang mampu mengatasi kesulitan yang tidak saya sanggupi, kepasrahan dengan menyerahkan segala urusan ini kepada-Nya. Sesampainya saya di rumah intervensi Orang Tua kembali menghujani diri saya tanpa peduli saya masih lelah bekerja seharian, lagi-lagi saya harus mampu menenangkan keadaan bahwa saya akan berusaha sendiri mendapatkan uang tersebut. Keesokan harinya saya baru berusaha untuk mendapatkan apa yang saya inginkan, dengan menelpon yang saya kenal, menanyakan apakah bisa ditunda pembayarannya atau dicicil dan apakah bisa mendapatkan keringanan, alhasil, itu semua tidak bisa dan harus membayar pada waktu yang telah ditetapkan dan jika saya tidak bisa memenuhi ketetapan tersebut konsekwensinya adalah saya dinyatakan mengundurkan diri.
Waduh……bagaimana ini (dalam hati). Selanjutnya adalah saya berusaha menelpon dan mendatangi orang yang saya kenal untuk dapat membantu saya meminjamkan uangnya kepada saya, dan pada akhirnya saya berhasil mengumpulkan uang tersebut. Alhamdulillah saya juga mendapat bantuan dari orang yang saya kenal secara cuma-Cuma, dan sisanya hasil pinjaman itupun saya juga diberikan keringan untuk mencicil pelunasannya, subhanallah. Setelah lengkap lalu saya bayarkan ke pihak kampus dan mengikuti proses selanjutnya yang ditetapkan oleh pihak kampus. Dan saya resmi menjadi salah satu mahasiswa di kampus yang sampai sekarang saya geluti.

to be continue...
masih banyak cerita yang belum saya tuliskan disini (biasa deh bawaan males ... lagi kumat).
next story...
  • Memasuki Awal Perkuliahan
  • Kreatif Donk
  • Hari Gini Jalan Kaki ke Kampus
  • dll.

3 komentar:

  1. Waah menyentuh sekali mas ceritanya. Bagaimana perjuangan sampean untuk bisa menggapai pendidikan tinggi di saat orang tua "bernyanyi lagu sendu". Tapi tentang "naynyian" saya pernah mengalami masa pahit. kalau sampean tingkat PT kalau saya mau masuk tingkat SLTA (aliyah) justru dihalang2i. Ya sama persis lagu yang dinyanyikan itu.

    Tapi kalau saya memberi keyakinan pada beliau: "kalaupun nanti di tengah jalan dikeluarkan dari sekolah gak apa=apa yang penting bisa meneruskan sekolah.."

    Wah kok saya jadi ikutan posting sih.. heheh habisnya mirip banget dengan pengalaman ...

    SEmoga sukses ya mas kuliahnya.

    BalasHapus
  2. oooh ternyata Mas Syahroni yang kasih koment di www.pkbm26bintaro.wordpress.com . Kita kan sama-sama satu meja. Bahkan kadang gantian nih kalau sampean ada di dalam saya keluar begitu sebaliknya. hehehehe maklum tempat kerja kita ruanganya sempit, barangnya berhimpit.

    BTW, situs itu lama tak diupdate gara2 gak inget paswordnya... :D

    BalasHapus
  3. Terima kasih atas komentarnya pak Tubi, semoga bisa membuat saya (khususnya) dan teman2 kampus serta para pembaca (umumnya) untuk lebih bersemangat dalam menempuh pendidikannya.
    kalau perlu di kirim lewat email untuk saya posting di blog saya.

    Saya suka sedih pak kalau lihat teman2 di kampus yang belajarnya main2, yg notabene masih 'beasiswa' orang tua.
    Mereka sadar atau pura2 tidak sadar... betapa sulitnya mencari rupiah (apa lagi dolar atau poundsterling)di zaman sekarang ini. Belum lagi jika kita lihat teman/saudara qta di persimpangan jalan dengan berhiaskan suara merdu, gitar, dsb dengan wajah berbedak debu dan asap kendaraan yang kebanyakan adalah mereka yang di bawah umur yg belum layak untuk bekerja dan seharusnya mengenyam pendikan dan bercanda ria dengan sebayanya, tapi terpaksa melakukan hal tersebut atas tuntutan ekonomi. Yang semua itu harusnya saya dan juga teman2 saya yang memperoleh kesempatan untuk duduk di bangku kuliah saat ini berfikir atas mereka.

    BalasHapus